Thursday, December 3, 2020

Emansipasi Wanita: Aksi Nyata Melawan Kekerasan Gender

Ilustrasi: Koleksi Penulis

Makhluk di bumi ini sudah melewati beberapa era hingga sekarang yaitu era Revolusi Industri 4.0 dan menuju era Society 5.0. Saat ini kesetaraan gender memang sudah terealisasi, namun masih marak terjadi kekerasan yang dialami oleh para wanita. Kekerasan yang dialami baik itu secara fisik, seksual, maupun mental. Ditambah lagi aktivitas dunia maya yang sering kali sebagai sarana untuk melakukan kekerasan secara online. Bahkan, terkadang tidak terkendali dan membuat para korban trauma dan bahkan berniat bunuh diri. Dalam hal inilah emansipasi untuk kesetaraan gender sangat diperlukan agar tidak semakin banyak yang menjadi korban.

Pengertian Emansipasi

Emansipasi sendiri merupakan kata yang sangat menarik. Kita tentu pernah mendengar tentang para wanita yang menjadi pelopor emansipasi. Kondisi dahulu memang sangat berbeda jika dibandingkan dengan sekarang. Dahulu wanita sudah memiliki tugas yang tetap yaitu di dapur dan mengurus rumah tangga. Bahkan, wanita dilarang bersekolah karena sudah melekatnya pandangan bahwa wanita kerjanya hanya memasak dan mengurus anak serta keluarganya. Karena itu mereka berpikir untuk apa sekolah jika ujung-ujungnya kerjanya hanya di dapur. Melihat hal itulah para wanita pada zamannya seperti Kartini, Maria Walanda Maramis, dan masih banyak lagi melakukan emansipasi untuk memperjuangan hak-hak wanita.

Sebenarnya apa sih arti dari emansipasi dan mengapa para wanita harus memperjuangkannya? Dilansir dari Wikipedia, Emansipasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sejumlah usaha untuk mendapatkan hak politik  maupun persamaan derajat. Tujuan emansipasi wanita adalah satu, yaitu kesetaraan gender. Hasil akhir dari emansipasi ini adalah diharapkan hilangnya pandangan bahwa kaum pria lebih unggul dibanding kaum wanita. Dan ya, emansipasi ini berhasil. Dapat kita lihat bersama sudah banyak para wanita hebat yang bermunculan.

Ilustrasi: Koleksi Penulis

Kekerasan Terhadap Gender

Namun, ada satu masalah lagi yaitu kekerasan yang masih marak dialami para wanita. Dikutip dari webinar Puspeka ada beberapa bentuk kekerasaan yaitu secara fisik, emosional, dan seksual. Secara fisik contohnya penganiayaan.

Namun, berbeda dengan kekerasan emosional. Dalam hal ini luka fisik tidak ada, namun luka pada mental justru lebih berbahaya lagi. Dapat mengakibatkan trauma atau bahkan menjadi gangguan mental yang berujung gangguan jiwa. Alasannya, karena luka yang tidak terlihat, orang menjadi tidak menyadarinya, sehingga korban semakin rapuh dan bertindak di luar nalar. Contoh dari kekerasan ini adalah mempermalukan.

Kekerasan selanjutnya adalah kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan segala jenis aktivitas seksual. Tidak hanya kontak fisik, namun juga bisa melalui verbal ataupun materi lain yang dapat melecehkan wanita. Contoh bentuk kekerasan seksual, yakni melakukan kontak seksual, melakukan call sex, dan sebagainya.

Aksi Nyata Melawan Kekerasan

Tiga bentuk kekerasan yang terjadi dapat disebabkan beberapa faktor dan salah satu yang menjadi faktor utamanya adalah kesetaraan gender yang belum merata. Kaum wanita masih saja dianggap sebagai kaum yang lemah. Namun, ada beberapa cara mengatasinya seperti yang terjadi pada organisasi kampus saya yaitu, semua berhak untuk mencalonkan diri sebagai ketua dan memberikan pendapat pada saat rapat.

Hal ini tentu sangat sederhana namun dampaknya luar biasa seperti semua anggota organisasi saling menghargai. Hal ini dapat menghilangkan terjadinya kekerasan. Bumi pun akan kembali damai. Akhir kata, Yuk, tegakkan kesetaraan gender untuk melawan kekerasan. Ingat orang cerdas anti kekerasan.

Thursday, September 17, 2020

PKL di Masa Pandemi, Antara Musibah atau Berkah

 

Ilustrasi: cnbcindonesia.com

Berawal dari pandemi, segala aspek kehidupan berubah drastis. Kita seakan dipaksa untuk berubah tanpa persiapan, hal ini juga berimbas pada Praktik Kerja Lapangan (PKL). Alur dari PKL itu sendiri berubah. Jika yang sebelumnya PKL di kantor suatu instansi, sekarang harus beralih ke beberapa alternatif atau pilihan seperti pilihan pertama adalah mendampingi dan membantu dengan cara mengajari pelajar dalam mengikuti pembelajaran daring baik pada tingkat  SD, SMP, SMA, ataupun SMK. Kewirausahaan sebagai pilihan kedua, melakukan penellitian tentang Covid-19 sebagai pilihan ketiga , dan meningkatkan potensi desa sebagai pilihan terakhir.

Pilihan-pilihan di atas memang sangat menarik dan menantang. Semua pilihan tersebut memliki kelebihan dan kekurangan. Belum lagi jika kami mengaitkan dengan jurusan yang kami ambil. Seketika saja kami mengerutu “Emangnya nyambung jurusan ini kok PKL itu?” Namun, setelah diberi penjelasan dari keempat poin di atas kami pun mulai mengerti.

Ilustrasi: Koleksi Penulis

Setelah berpikir panjang saya pun memilih untuk menjadi pengajar anak SD. Namun, tidak semulus itu. Pada saat saya mencari anak didik yang mau diajari oleh saya itu cukup sulit. Hal ini akibatkan karena beberapa anak sudah memiliki guru les sendiri karena kebetulan kedua orangtuanya sibuk. Jadi karena orangtuanya tidak ingin terlalu memforsir anaknya, mereka pun menolak. Apalagi saya bukan warga asli di tempat PKL saya alias saya hanya anak kost. Saya harus memutar otak, karena bagaimana pun saya harus mendapatkan anak didik itu agar saya bisa melaksanakan PKL saya.

Saya pun mulai menghubungi teman dan adik kelas saya yang tinggalnya memang di sana. Sebagian besar rumahnya cukup jauh dan ada juga yang tidak ada tetangga mereka yang pelajar. Saya pun terus berusaha hingga akhirnya saya pun mendapatkannya. Saya bersyukur karena lokasinya dekat sehingga tidak perlu mengeluarkan uang untuk ongkos, mengingat keadaan pandemi ini kita dituntut untuk hemat.

Ilustrasi: Koleksi Penulis

Hari pertama saya PKL cukup menyenangkan karena mereka memang antusias untuk belajar. Bahkan, mereka memanggil saya dengan sebutan “Bu”. Padahal awalnya saya ingin menciptakan suasana antara kakak dan adik yang sedang belajar bersama. Namun, saya tidak masalah juga karena mungkin mereka merindukan masa-masa sebelum pandemi. Proses belajar mengajar pun berjalan dengan baik.

PKL saya cukup menyenangkan walaupun tidak terlalu mulus. Ada saja kejadian-kejadian yang membutuhkan kesabaran yang maksimal. Belum lagi drama-drama kecil ketika dipaksa belajar padahal dia sudah cukup nyaman dengan mainannya. Serta ada kalanya si anak yang merasa dia tidak cukup mampu untuk belajar tentang perkalian contohnya. Di saat itulah saya mencoba memotivasinya dengan menceritakan bagaimana saya dulu saat belajar tentang perkalian. Sederhana tapi cukup memotivasinya. Perlahan dia pun mau dan terus berusaha agar dia mengerti.

Banyak pengalaman yang saya dapatkan dari pandemi ini. Dari belajar menjadi pengajar yang mana kesabaran sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai tingkah dari anak didiknya. Juga sebagai motivator dadakan saat si anak mulai jenuh dan tidak percaya diri dalam belajar. Serta melatih berbicara saat meminta izin kepada orangtua si anak. Ingat belajar tidak melulu tentang pelajaran tapi juga dapat belajar tentang kehidupan. Dan mungkin saat seperti ini kita mengerti arti hidup. Salam Cerdas Berkarakter.

Ilustrasi: Koleksi Penulis